Rabu, 10 Desember 2014

LAPORAN makalah ini di ajukan untuk mata kuliah “ulumul qur an ”

LAPORAN
makalah ini di ajukan untuk mata kuliah
ulumul qur an


Disusun Oleh:
wawan setiawan               (123300319)
                                   



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SULTAN MAULANA HASANUDIN “SMH” BANTEN


KATA PENGANTAR


    Assalamualaikum, Wr.Wb

               
        Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas limpahan dan rahmat atas kesehatan yang Allah berikan, sehingga penulis dapat   menyelesaikan laporan  ini, walaupun dalam penyajian masih banyak kekurangan. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya
dari alam kegelapan menuju alam yang penuh dengan kedamaian. Sehingga, sampai saat ini
bisa merasakan nikmatnya iman dan islam.

       Penulis menyadari bahwa  laporan  ini masih jauh dari kesempurnaan, meskipun demikian penulis berharap makalah ini  bermanfaat bagi pembaca. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan dari bapak dan ibu dosen serta teman-teman pasca untuk dapat menyempurnakan karya tulis ini sesuai dengan apa yang diharapkan

Wasalamualaikum, Wr.Wb


                                                                                                Serang, Juli 2013

                                                                                                Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1                   Latar Belakang
            Ulumul Qur’an merupakan salah satu komponen yang memiliki peran yang sangat penting. Karena Landasan pengembangan ilmu ini, seperti sebuah pondasi untuk menegakan islam, dan Al-Qur’an sebagai sumber pokok pemurnian Islamnya, sebagai  lanjutan  dari  bahan-bahan  yang  sudah  tersedia  seperti  Ilmu nahwu (Tata Bahasa Arab),  Ilmu Sharaf (Perubahan kata dalam Bahasa Arab),  Ilmu Balaghah , Ma’ani , Bayan (Ilmu Sastra Arab),  Fiqih dan Ilmu Fiqih,  Hadits dan Ilmu Hadits, Tauhud dan Ilmu Tauhid, Tarikh (Sejarah), maka garapan informasi mengenai ilmu-ilmu ini muncul dalam disiplin yang dikenal dengan nama ‘Ulum al-Qur’an yaitu ilmu-ilmu yang membahas tentang al-Qur’an.
Dalam Al-qur’an Banyak terdapat rahasia yang belum terungkap didalamnya, seperti halnya pembuka dalam setiap surat yang ada dalam al-qur’an. Para Ulama ‘Ulum al-Quran banyak membahas rahasia-rahasia pembukaan al-Qur’an, baik pembukaan al-Qur’an melalui nama-nama keagungan Allah seperti “Alhamdulillah” dan masih banyak lainnya yang akan dibahas dalam makalah ini.
.










BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Pengertian ulumul qur’an     
Ulumul qur’an berasal dari dua kata ”ulum’’dan ‘’Qur’an’’ulum itu bentuk jamaknya dari ‘’ilm’’ yang berartian ilmu-ilmu. Sedangkan Al-qur’an adalah kitab suci yang di turunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril sebagai pedoman hidup manusia. Jadi ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang Al-Qur’an.
Pengertian Al-qur’an secara bahasa  berasal dari bahasa Arab yaitu (bacaan)Sedangkan menurut istilah adalah                 (perkataan Allah). Al-qur’an diturunkan secara berangsur-angsurnyakni pada bulan Ramadhan 17 Ramadhan,selama 22 tahun 2 bulan 22 hari melalui malikat jibril untuk menyampaikan wahyu kepada Rasulullah  SAW.
Bagi setiap orang yang membaca Al- qur’an  mendapat pahala dan termasuk ibadah. Didalam Al-qur’an  tedapat 30 juz 114 surat dan 6666 ayat. 
2.2     Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Didalam ruang lingkupnya  terdapat banyak yang dibahas  diantaranya : B.Arab, I’rob, Al-qur’an, metode diskusi, Qira’at Al-quran, sejarah Al-qur’an, kisah nabi, Ilmu kemasyarakatan, Munasabbah, Fk Qur’an (hubungan), aksham (sumpah- sumpah dalam Al-qur’an),Al-Amtsal Fil Qur’an (perumpamaan-perumpamaan dalam Al-Qur’an).
            Menurut syech jalaluddin ruang lingkup ulumul Qur’an terdapat Astronomi dan kedokteran( kesehatan), karena menurutnya didalam penjelasan Al-Qur’an juga membahas tentang benda-benda angkasa, dan ilmu kesehatan (jiwa rohani).
2.3     Manfaat mempelajari Ulumul Qur’an
Adapun manfaat mempelajari Al-Qur’an antara lain adalah:
1.      Mampu menguasai berbagai ilmu pendukung dalam rangka memahami makna yang terkandung dalam Al-Qur’an.
2.      Membekali diri dengan persenjataan ilmu pengetahuan yang lengkap, dalam rangka membela Al-Qur’an dari berbagai tuduhan dan fitnah yang muncul dari pihak lain
3.      Seorang penafsir (mufassir) akan lebih mudah mengartikan Al-Qur’an dan mengiplementasikanya dalam kehidupan nyata.

Nama anggota  : Ria syah fitri
                                    Entu hotimatul husna

2.4     Sejarah turun dan penulisan al-qur’an
kerinduan nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja di eksprsikan dalam untuk hafalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Nabi memiliki sekreteris   pribadi yang khusus bertugas mencatat wahyu. Mereka adalah Abu bakar umar,usman,ali,abbulangan bin sa’id, khalid bin said, khalid bin Al-walid, dan muawiah bin Abi sufyan. Proses penulisan Al-qur’an,pada masa nabi sangat sederhana. Mereka menggunakan alat tulis yang sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang,dan batu. Kegiatan tulis menulis Al-qur’an pada masa Nabi  disamping dilakukan oleh para sekretaris nabi, juga di lakukan oleh para sahabat lainnyan.  
Al-qur’an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu pada malam 17 ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H. Proses trunnya Al-qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, itu melalui tiga tahapan, yaitu:
1.      Al-qur’an turun sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh, suatu tempat ang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah.
2.      Al-qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh ke bait  al izzah (tempat yang berada di langit dunia)
3.     Al-qur’an diturunkan dari bait al-izzah ke dalam hati Nabi dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengn kebutuhan. Ada kalanya satu ayat, dua ayat dan bahkan kadang-kadang satu surat.

2.5     Pada masa abu bakar ash-shidik,
            seluruh Al-qur’an sudah di tulis pada waktu nabi masih ada. Hanya saja  pada saat itu   surat-suratnya di tulis denag terpencar- pencar.oarang yang pertama kali menysun dalam satu mushaf Abu bakar ash-shidik, usaha pengumpulan tulisan Al-qur’an yang dilakukan oleh Abu bakar terjadi pada perang yamamah pada tahun 12 H. Peperangan yang bertujuan menumpas habis para pemurtad yang juga para pengikut  musailamah Al-kadzab itu ternyata telah menjadi 700 orang sahabat penghafal Al-qur’an syahid.khawatir akan semakin hilanya para penghafal Al-qur’an. Umar datang menemui Abu bakar agar segera mengitruksikan pengumpulan Al-qur’an berbagai sumber, baik yang tersimpan dalam hafalan msupun tulisan.


2.6     Zaid bin tsabit,
 salah seorang sekretaris nabi. Abu bakar dan Umar bin khathab mempercayai Zaid bin Tsabit
Untuk menyusun/ menulis Al-qur’an. Tapi bagi Zaid  tugas yang di perayakan oleh Abu bakar dan umar kepadanya itu bukn hal yang ringan yang ringan, Zid dalam mengerjakan tugas itu, Zaid tidak menetapkan ayat yang hanya berdasarkan hafalan, tampa di dukung tulisan.
Pekerjaan yang di bebankan kepundak Zaiz itu, zaid dapat menyelesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun, yaitu pada ahun 13 H. Dibawah pengwasan Abu bakar, Umar dan para tokoh sahabat lainya.
(ketiga tokoh yang di sebut-sebut dalam pengumpulan Al-qur’an pada masa Abu bakar, yaitu: Abu bakar, dan zaid)
Setelah Abu bakar  wafat suhuf-suhuf Al-qur’an  itu di simpan khalifah Umar dan ketika umar wafat, mushaf itu disimpan hafsah, bukan oleh utsman bin affan sebagai khalifah yang menggantikan umar.
Penyempurnaan penulisan  Al-qur’an setelah masa khalifah. Ada dua tokoh yang bejasa dalam hal ini, yaitu Ubaidillah bin Ziyad(w.67 H) Dan Hajjaj Bin Yusuf ats Tsaqofi (W.95.H)
Penyempurnaan terhadap mushaf Utsmani pada sebelas tempat yang karnanya membaca mushaf lebih mudah. Upaya penyempurnaanya itu tidak ber berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi sampai abad 111 H (atau akhir abad IX M).
Dan Abu al-Aswad Ad’uli, yahya bin ya’mar, dan Nashr bin Ashim Al-laits, orang yang petama kali meletakan tandan titik pada mushaf utsmani, dan ada juga yang pertama kali meletakan tanda hamzah, tasydid, Al-raum dan al ishmam adalah Al- Khalil bin Ahmad, Al- farahidi. Al-Azdi.
Diberitahukan bahwa khalifah AL- Walid (Memerintahkan dari tahun 86-96 H) memerintahkan Khalid bin al- hayyaj yang terkenal keindahan tulisanya untuk menulis mushaf Al-qur’an. Dan untuk pertama kalinya Al-qur’an dicetak di bundukiyyah pada tahun 1530 M, Tetapi begitu keluar , dimusnakan oleh penguasa gereja. Dan keluarlah cetakan kedua, yang di cetak oleh Hilkenman (jerman) pada tahun 1698 M. Tapi sayangnya dari cetakan Al-qur’an itu tidak ada di dunia islam(palsu).  
Penerbit Al-qur’an dengan label islam, itu baru dimulai pada tahun 1787, yang menerbitkannya adalah Maulaya Utsman, dan di cetak di Sint- petersebourg, rusia, unisovyet sekarang. Di negara Arab, dan pada saat itu pula  raja Fuad  dari mesir membentuk penelitian khusus untuk penerbitan Al-qur’an, di perempatan pertama abad XX. Panitia yang di motori oleh para syekh Al-Azhar ini pada tahun 1342 H/1926 M. Berhasil menerbitkan mushaf Al-qu’an yang bagus. Mushaf yang terbit di negeri arab di cetak sesuai dengan riwayat hafsah atau qira’at Ashim.

2.7        sejarah dan perkembangan ilmu al-qur’an 
Dalam sejarah perkembangan al-qur-an terdapat dua fas yang dapat membedakan perkembangan al-qur’an diantaranya yaitu ;
1.       Fase sebelum kodifikasi (Qobla ‘ashr  At-Tadwin )
Pada fase ini ulumul  qur’an  merupakan benih yang merupakan kemunculanya
Sangat dirasakan masih ada. Pada fase ini para sahabat sangat lebih cinta dan sangat  mempelajari al-qur’an, Abu aburahman asulami menceritakan para ulama tidak akan berpindah ayat di bawah ini yang diriwayatkan oleh ahmad tirmidzi 
yaitu : ‘’yang dimaksud orang-orang yang di murkai Allah adalah orang-orang yahudi, sedangkan yang di maksud dengan orang –orang yang tersesat adalah orang orang nasrani.

2.       Fase kodifikasi
Pada fase ini mungkin lebih kepada pengklasifikasian seperti ilmu kunci yang disebut nahwu dan sorof.

2.8        pengumpulan al-qur’an ( jami’ al-qur’an)
Pada proses ini terdapat dua proses, yaitu ;
a.       Proses penghafalan al-qur’an
Pada proses ini nabilah yang menjadi prioritas utama para umat muslim, kaerna pada saat ayat turun Nabi langsung menghafal dan memahainya lalu ayat tersebut disampaikan langsung oleh nabi kepada shabat dan umat muslim begitu juga sahabat, mereka langsung menghafal saat nabi menyampaikan ayat al-qur’an. Dengan demikian nabilah yang menjadi orang yang pertama yang menerima dan itulah salah satu kelebihan nabilah suri tauladan yang baik. Berikut ini ada 7 sahabat nabi yang terkenal dengan hafalanya :
1.       Abdullah bin mas’ud
2.       Salim bin mi’kal
3.       Mu’azz bin sabbal
4.       Ubay bin ka’b
5.       Zaid bin tzabit
6.       Abu zaid bin bin as-sakan
7.       Abu ad-darda

b.      Proses penulisan alqur’an
1.       Proses penulisan pada masa nabi
2.       Proses penulisan pada masa sahabat
3.       Proses penulisan pada masa setelah sahabat

2.9     proses diturunkannya al-qur’an itu mulai tiga tahap ‘ yaitu:

1.      Al-qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh- al-mahfudz, yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah.
2.      Al-qur’an diturunkan dari lauh al-mahfudz itu ke bait al- izzah (tempat yang berada di langit dunia )
3.      Al-qur’an diturunkan melalui bait al-izzah kedalam hati nabi dengan jalan berangsur-angsur Sesuai dengan kebutuhan. Adakalanya satu ayat, dua ayat, bahkan terkadang satu surat.
2.10   hikmah diturunkanya al-qur’an secara berangsur-angsur
1.      Memantapkan hati nabi
2.       Menentang dan melemahkan para penentang al- qur’an
3.      Memudahkan untuk di hafal dan di pahami
4.      Mengikuti setiap kejadian (yang dikarenakannya ayat-ayat al-qur’an turun)
5.      Dan melakukan pentahapan dalam penetapansyari’at
6.      Membuktikan dengan pasti bahwa al-qur’an turun dari Allah yang maha bijak sana

Nama  anggota :
1.      Abdul wafi
2.      Lia nurazizah
2.11   Pengertian Asbab An-Nuzul
Ungkapan Asbab An-Nuzul merupakan bentuk idhofah dari kata “Asbab”. Secara etimologi, Asbab An-Nuzul adalah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu.
Secara terminologi definisi asbabul nuzul menurut para ulama, diantaranya:
a.         Menurut Az-Zarqani
“ asbab an-nuzul” adalah khusus atau sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya ayat al-quran sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.
b.        Ash-Shabuni
“asbab an-nuzul’ adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya sesuatu atau beberapa ayat yang mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
c.         Subhi Shalih
“asbab an-nuzul” adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya sesuatu atau beberapa ayat al-quran (ayat-ayat) terkadang menyiratkan peristiwa itu, sebagai respon atasnya. Atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum disaat peristiwa itu terjadi.

d.        Mana’Al-Qathan
“asbab an-nuzul” adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya al-quran berkenaan dengan peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berapa kejadian yang diajukan kepada nabi.

2.12   Urgensi dan Kegunaan Asbab An-Nuzul
Mayoritas ulama sepakat bahwa konteks kesejarahan yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat asbab an-nuzul merupakan satu hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan al-quran.
Dalam uraian yang lebih rinci, Imam az-zarqani  mengemukakan urgensi asbab an-nuzul dalam memahami al-quran, sebagai berikut:
1.        Membantu dalam memahami sekaligus dalam menangkap pesan ayat-ayat al-qur’an
2.        Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum
3.        Membantu mengetahui sejarah al-quran
4.        Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat al-quran, bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus dan bukan lafadz yang bersifat umum.
5.        Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat al-quran turun.
6.        Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab akibat, hukum, peristiwa, pelaku, masa, dan tempat merupakan satu jalinan yang bisa mengikat hati.

2.13   Cara mengetahui riwayat asbab an-nuzul
Dalam kitab asbab an-nuzul karangan al-wahidi menyatakan:
Artinya: pembicaraan asbab an-nuzul tidak dibenarkan kecuali dengan berdasarkan riwayat dan mendengar dari mereka yang secara langsung menyaksikan peristiwa nuzul, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya.
Para ulama salaf sangatlah keras dan ketat dalam menerima berbagai riwayat yang berdekatan dengan asbab an-nuzul. Berkaitan dengan asbab an-nuzul, ucapan seorang tabi’ tidak dipandang sebagai hadist marfu’, kecuali bila diperkuat oleh hadis mursal lainnya, yang diriwayatkan oleh salah seorang imam tafsir yang dipastikan mendengar hadis itu dari nabi. Para imam tafsir itu diantaranya: ikramah, mujahid, sa’d abn jubair, ‘atha, hasan basri, sa’id ibnu musyayad, dan adh-dhahak.
2.14   Macam-macam Asbab An-Nuzul
1.    Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perowi untuk mengungkapkan riwayat asbab an-nuzul, yaitu sharih (jelas) dan muhtamilah (kemungkinan).



Radaksi disebut sharih apabila perowi mengatakan:
Artinya: sebab turun ayat ini adalah...
Contoh riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih adalah sebuah riwayat yang dikemukakan oleh jabir bahwa orang yahudi berkata, “ apabila seorang suami mendatangi ( qubul ) istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling.”

Maka turunlah ayat:
Artinya: istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanamanmu itu bagaimana kamu kehendaki. Apapun redaksi yang yang digunakan termasuk muhtamilah bila perowi mengatakan:
Artinya: ayat ini turun berkenaan dengan...
Misalnya, riwayat ibnu umar yang mengatakan:
Artinya: ayat, istri-istri kalian adalah (ibarat) tanah tempat bercocok tanam, turun berkenaan dengan mendatangi (menyetubuhi) istri dari belakang.
2.    Dilihat dari sudut pandang berbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk asba an-nuzul.
a)         Berbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat (ta’addud as-sabab wa nazil al-wahid) .
pada kenyataannya tidak setiap ayat memiliki riwayat asbab an-nuzul dalam satu versi. Adakalanya satu ayat memiliki bebrapa versi riwayat asbab an-nuzul. Bentuk variasinya itu terkadang pula dalam kualitasnya, untuk mengatasi variasi riwayat  asbab an-nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama mengemukakan cara-cara berikut:

1.        Tidak mempermasalahkannya
2.        Mengambil versi riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih
3.        Mengambil versi yang shahih (valid)

Adapun terhadap variasi riwayat asbab an-nuzul dalam satu ayat, versi berkualitas, para ulama mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut:
1.        Mengambil versi riwayat yang shahih
2.        Melakukan study yang efektif (tarjih)
3.        Melakukan study kompromi ( jama’).
b)      Variasi ayat untuk satu sebab (ta’addud nazil wa as-sabab al wahid) terkadang  suatu kejadian menjadi sebab bagi turunyya dua ayat atau lebih. Hal ini dalam ulum al-quran disebut dengan istilah “ ta’adud nazil wa as-sabab al-wahid” (terbilang ayat yang turun, sedangkan turunnya satu).
       
2.15       Kaidah “ al-ibroh”
Ada sebuah persoalan yang penting dalam pembahasan asbab an-nuzul, misalkan telah terjadi suatu peristiwa atau ada satu pertanyaan kemudian satu ayat turun untuk memberikan penjelasan atau jawabannya, tetapi ungkapan ayat tersebut menggunakan redaksi ‘amm (umum) hingga boleh menjadi mempunyai cakupan yang lebih luas dan tidak terbatas pada kasus pertanyaan itu.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang harus menjadi pertimbangan adalah keumuman lafadz dan bukannya kekhususan asbab (al-‘abroh bi’umum al-lafdzi la bi khusus as-sabab).
Ibnu taimiah berpendapat bahwa banyak ayat yang diturunkan berkenaan dengan kasus tertentu bahkan terkadang menunjuk pribadi seseorang. Kemudian dipahami sebagai berlaku umum, misalnya surat al-maidah (5) ayat 49 tentang perintah kepada nabi untuk mengadili secara adil, ayat ini sebenarnya ditunkan sebagai kasus bani quraidzah dan bani nadhir.

2.16    Ungkapan-ungkapan asbab an-nuzul
Ungkapan atau ibarat yang dipergunakan dalam menerangkan sebab an-nuzul suatu ayat itu berbeda-beda. Ada yang dengan jelas mengatakan lafadz sebab, seperti sebab turun ayat begini, maka ungkapan yang demikian itu jelas merupakan nash yang shalih (pernyataan yang jelas) tentanmg sebab turunnya ayat itu dan tidak mengandung pengertian yang lainnya. Adapula yang menyatakan bukan dengan lafadz sebab tetapi dengan menggunakan huruf fa(huruf athof) yang masuk kedalam materi turunya ayat , mengiringi suatu peristiwa yang terjadi, maka ungkapan yang demikian itu dipandang nash yang sharih (pernyataan yang jelas) pula tentang sebab turunya ayat itu. Selain dari pada itu, adapula seorang perowi menggunakan ungkapan ayat ini turun tentang itu, maka ungkapan ini mengandung dua kemungkinan, yakni mungkin itu merupakan sebab turunnya ayat tersebut, dan mungkin pula penjelasan tentang hukum yang dikandung oleh ayat itu.
Nama anggota :


1. devita erimedia
2. sri handayani

2.16  Pengertian Munasabah
                         Kata munasabah secara etimologi, menurut As-suyuthi berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Az-Zarkaysi memberi contoh sebagai berikut: Fulan yunasib fulan, berarti si A mempunyai hubungan dekat dengan si B dan menyerupainya. Dari kata itu, lahir pula kata “an-nasib,” berarti kerabat yang mempunyai hubungan seperti dua orang bersaudara dan putra paman. Sedangkan menurut pengertian terminology, munasabah dapat didefinisikan sebagai berikut:
Menurut Manna’ Al-Qaththan.

1.             وجه الارتباط بين الجملة وااجملة فالايةالواحدة او بين الاية والاية فى الاية المتعددة او بين السورة والسورة.
Artinya: “Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat (di dalam Al-Qur’an).

Pada dasarnya pengetahuan tentang munasabah atau hubungannya antar ayat-ayat itu bukan merupakan hal yang Tauqifi, (ketetapan Nabi), tetapi didasarkan pada ijtihad seorang mufassir dan tingkat penghayatannya terhadap kemu’jizatan al-Qur’an, rahasia retorika, dan segi keterangannya yang mandiri. Apabila munasabah atau hubungan itu halus maknanya, harmonis konteknya dan sesuai dengan asas-asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa arab, maka hubungan tersebut dapat diterima.
          Jadi, dalam konteks ‘Ulum Al-Qur’an, Munasabah berarti menjelaskan korelasi makna antarayat atau antarsurat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif (khayali); atau korelasi sebab-akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan, dan perlawanan.

2.17  Macam-Macam Munasabah
Dilihat dari segi sifat munasabah atau keadaan persesuaian dan relevansinya, munasabah itu ada dua macam, yaitu:
a.    ظاهر الارتبا طا (persesuaian yang nyataatau persesuaian yang tampak jelas )
Dikatakan sebagai persesuaian yang nyata karena kaitan kalimat yang satu dengan yang lain erat sekali, seolah-olah ayat tersebut merupakan satu kesatuan yang sama.
Contoh pada surat Al-Isra, ayat 1:

سبحا ن الدي اسرى بعبده ليلا من ا لمسجد ا لحرام الى المسجدالاقصى
Artinya:Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha.......”. (Qs.Al-Isra: 1).
Ayat tersebut menerangkan tentang Isra Nabi Muhammad SAW selanjutnya pada surat Al-Isra ayat 2:
واتينا موس الكتاب وجعلناه هدى لبني اسر ئيل
Artinya :“Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil.........”. (QS. Al-Isra:2)
Ayat tersebut menjelaskan diturunkannya kitab Taurat kepada Nabi Musa AS.

b.        خفتى الارتباط(pesesuaian yang tidak jelas)
Persesuaian yang tidak jelas ialah samarnya persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain, bahkan seolah-olah masing-masing ayat/surat itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu itu di’athafkan kepada yang lain, maupun karena yang satu bertentangan dengan yang lain.
Contoh hubungan antara surat al-Baqarah ayat 189, dengan surat al-Baqarah ayat 190. Ialah :
يَسْـَٔلُونَكَعَنِٱلْأَهِلَّةِقُلْهِىَمَوَٰقِيتُلِلنَّاسِوَٱلْحَجِّ
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, Katakanlah : Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.”(Qs. Al-Baqarah:189)
Sedang ayat 190 surat al-Baqarah menyebutkan:
وَقَٰتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ ﴿١٩٠

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”(Qs. al-Baqarah:190).
Dilihat dari segi materinya munasabah ada dua macam, yaitu:
a.        Munasabah Antar Surat
As-Suyuthi menyimpulkan bahwa munasabah antar satu surat dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh, dalam surat Al-Fatihah (1) ayat 1 ada ungkapan Alhamdulillah. Ungkapan ini berkolerasi dengan surat Al-Baqarah (2) ayat 152 dan186 .

فاد كرو ني اد كركم وسكرو لي ولا تكفرون.(البقرة:152)
Artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-ku” (QS.Al-Baqarah (2): 152).

b.      Munasabah Antar Ayat
Munasabah antar ayat, yaitu munasabah antara ayat yang satu dengan ayat yang     lain. Munasabah ini berbentuk persambungan-persambungan, sebagai berikut:
1)        Di’athafkannya antara ayat yang satu kepada ayat yang lain, seperti munasabah antara ayat 103 surat Ali Imran dengan ayat 102 surat Ali Imran:

واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا (ال عمران:301)
“ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” (QS. Ali-Imran:103)
Surat Ali Imran ayat: 102

ياايهاالدين امنوا اتقوا الله حق تقا ته ولاتموتن الا وانتم مسلمون
“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”(QS. Ali-Imran:102).

Mereka juga menghindari pembicaraan mengenai contoh-contoh yang di dalamnya terdapat ayat yang dihubungkan (di-‘athaf-kan) dengan ayat sebelumnya, sementara aspek hubungan antara keduanya didasarkan pada aspek penyatuan. “seperti dua hal yang sama dan serupa. Hubungan antara keduanya terkadang berlawanan, seperti munasabah antara rahmat yang disebut setelah siksa, senang setelah takut. Kebiasaan Al-Qur’an yang agung adalah menyebut hukum, setelah itu menyebut janji dan ancaman.

2.18    Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
Mempelajari munasabah ini mempunyai faedah dan kegunaan yang banyak, antara lain sebagai berikut:
1.        Untuk membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Bila orang tidak menemukan sebab nuzulnya. Setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau suatu ayat dengan kalimat atau ayat yang lain, dimungkinkan seseorang akan mudah mengistinbathkan hukum-hukum atau isi kandungannya.
2.        Mengetahui munasabah/hubungan antara bagian al-Qur’an, baik antara kalimat-kalimat atau ayat, maupun surat-suratnya yang satu dengan yang lain, akan lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al-Qur’an, sehingga memperkuat keyakinan seseorang terhadap kewahyuan al-Qur’an dan kemu’jizatannya. (Abdul Djalal, H.A, 1998:165).
3.        Untuk memahami keutuhan, keindahan, dan kehalusan bahasa, serta membantu seseorang dalam memahami keutuhan makna al-Qur’an itu sendiri.
               Untuk menemukan korelasi/hubungan antara ayat, sangat diperlukan kejernihan rohani dan rasio, agar orang terhindar dari kesalahan penafsiran (Muhammad Chirzin, 1998:58).


2.19           Keistimewaan-keistimewaan  surat  Makkiyah
Diantara keistimewaan surat-aurat makkiyah, ialah banyak surat-suratnya yang dibuka (dimulai) dengan huruf-huruf Hijaiyah.
Pembuka-pembuka surat (fawtihus suwari) disebut di dalam berbagai macam bentuk:
a.         Ada yang hanya terdiri dari satu huruf. Ini terdapat pada tiga surat: Shad, Qaf, dan Al-Qalam (surat 38, 50 dan 68). Pertama, dimulai dengan Shaad, kedua, dimulai dengan Qaaf, dan yang ketiga dimulai dengan Nuun.
b.        Ada yang terdiri dari dua huruf. Ini terdapat pada sepuluh surat. Tujuh surat diantaranya, dinamakan hawaamim (surat-surat Haamim), karena surat-surat  ini dimulai dengan huruf ha dan mim. Yaitu surat 40 hingga surat 46 yakni: surat-surat Ghafir, Fushshilat, Asy Syura, Az Zukhruf, Al Jatsiyah dan Al Ahqaf, sedang surat yang ke-46 digabungkan kepada ha mim, yang padanya terdapat ‘ain, sin, qaf. Surat yang kedelapan dari yang kesepuluh ini, ialah Tha ha (surat yang ke-20)
c.         Ada yang terdiri dari tiga huruf. Ini terdapat pada tiga belas surat. Enam surat dimulai dengan Alif lam mim; yaitu surat-surat Al Baqarah, Ali Imran, Al Ankabut, Ar Rum, Luqman dan As Sajdah. Lima surat dimulai dengan Alif lam Ra, yaitu: Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim dan Al Hijr. Dua surat dimulai dengan Tha Sin Mim, yaitu surat Asy Syu’ara dan Al Qashash.
d.        Ada yang dimulai dengan 4 huruf, yaitu: surat Al A’raf dn Ar Ra’d. Surat Al A’raf dimulai dengan Alif Lam Mim Shad, sedang surat Ar Ra’d dimulai dengan Alif Lam Mim Ra.
e.         Ada yang terdiri dari 5 huruf. Ini terdapat pada satu surat saja, yaitu surat Maryam. Surat ini dimulai dengan Kaf Ha’ Ya’ Ain Shad.

2.21   Makna-makna Huruf Pembuka Surat menurut Ibnu Abbas

Fawatihus Suwari (pembuka-pembuka surat) ada 29 macam, yang terdiri dari tiga belas bentuk. Huruf yang paling banyak terdapat dalam pembuka surat itu, ialah Alif dan Lam. Kemudian Mim, kemudian Ha’, kemudian Ra’, kemudian Sin, kemudian Tha’, kemudian Shad, kemudian Ha’ dan Ya’ dan ‘Ain dan Qaf, dan akhirannya Kaf dan Nun
Berikut pembagianny :
1.        Yang satu huruf
       Shad. (suratShad [38]:1)
“Shad, dhiddu ‘an al-Huda, ay Aharafa ahlu makkah ‘an al-haqqi wa al-Huda”, shad adalah lawan al-huda (petunjuk), atau penduduk Mekkah berpaling dari hak dan dari petunjuk.“Abu Jahal :wa yaqulu shad shadiqun fi qaulihi” pendapat Abu Jahal shad ialah benar setiap perkataannya. “wa yaqulu shad ismun min asmaillah shadiqun” pendapat lain lagi ialah shad satu nama dari nama-nama Allah yang benar, “wa yaqulu qasamun aqsamu bihi”shad, sumapah dimana Aku bersumpah dengannya.
       Qaf. (surahQaf [50]:1)
Qaf: huwa jabalun ‘adzim (dia adalah gunung yang sngat besar), aw isyaratun ila qudratillah aqsamu Ta’ala ‘ala al ba’tsi aw qasamullahu bihi : atau isyarat kepada Maha kuasanya Allah dimana Allah bersumpah tentang hari kebangkitan, atau Allah bersumpah dengan kekuasaan-Nya.
Nun (surah al-Qalam[68]:1)
Aqsamullah binnun wa hiya isyaratun ila ni’amillah fil bihari min al-asmaki wa al-lalaiy wa ghairiha; “Allah bersumpah dengan Nun, ialah isyarat kepada nikmat-nikmat Allah yang banyak di lautan berupa ikan-ikan dan segala isinya.” Aw isyaratun ila ma awda’ullahu fi qulubihi al-‘ulamai min al-‘ulum wa al-ma’arif wa al-asrar; atau isyarat kepada titipan Allah kepada para ulama berupa ilmu-ilmu, ma’rifat dan rahasia-rahasia.
2.        Yang dua huruf
Thaha. (surat Thaha [20];1)
Ya rajulun, hadzihi billisani maakkiy, ay ya Muhammad! Wahai laki-laki, ini bahsa/ dialek mekkah,  atau “ya Muhammad!”
Dalam riwayat lain, satu dianatara 70 nama Muhammad di dalam al-Qur’an.
Yasin. 9surah yasin [36]:1)
Wahai manusia, ini bahasa Suryani. Sumpah dimana aku bersumpah dengan ya dan sin dan dengan al-Qur’an yang sangat bijaksana, dan aku bersumpah dengan al-Qur’an yang sangat bijaksana dengan halal haram, perintah dan larangan, bahwa sesungguhnya engkau wahai Muhammad tergolong diantara rasul-rasul, dan untuk inilah sumpah itu
3.        Yang tiga huruf
Alif lam mim. (surahal-Baqoroh [2]:10)
Alif : Allah, Lam: Jibril, Mim : Muhammad, tetapi ada pendapat : alif :alauhu, (nikmat-nikmat-Nya), Lam: luthfuhu(kelembutan-Nya) mim : mulkuhu, (kerajaan-Nya), pendapat lain; alif: ibtidau ismihi lathifun, (memulai nama-Nya dengan Lathifun), mim: ibtidau ismihi majid,anallah a’lam (saya Allah lebih mengetahui) dan ada pula pendapat qasamun aqsamu bihi (sumpah dimana Aku bersumpah dengannya)
Alif Lam Ra.(surah Yunus [10]:1)
Alif Lam Ra : Anallahu ara (Aku Allah melihat…), wa yaqulu(ada pendapat lain) : qasamun aqsamu bihi : (sumpah dimana Aku bersumpah dengannya)
Tha Sin Mi. (surah al-Syuara [26]: 1)
Tha Sin Mim, Al-Thau : thu luhu wa qudratuhu (Al-Thau ialah anugrah-Nya dan kekuasaan-Nya), al-sin : sana uhu (pujian kepada-Nya), mim : mulkuhu (kekuasaan-Nya), wa yaqulu (ada pendapat lain), qasamun aqsama bihi (Sumpah dima Aku bersumpah dengannya)
4.        Yang empat huruf:
Alif Lam Mim Shad. (surahal-‘Araf [7]:1)
Alif lam mim shad. Annallahu a’lamu wa afdhalu (Aku Allah yang lebih
mengetahui dan yang lebih utama)
Alif Lam Mim Ra. (surah al-Ra’du [13]:1)
Alif Lam Mim Ra : anallahu a’lamu wa ara na ta’malun wa taqu lun (Aku Allah lebih mengetahui dan melihat apa yang mereka kerjakan dan apa yang mereka katakana)
5.        Yang lima huruf
Kaf Ha Ya ‘Ain Shad. (surahMaryam  [19]:1)
Kaf Ya ‘Ain Shad: huwa tsana un atsna ‘ala nafsihi (Allah memuji terhadap dirinya sendiri) Yaqulu ; Kaf: Hadun (pemberi hadiah), ‘alimun (maha mengetahui), shadiqun (Maha Benar), pendapat lain ; Kaf: Kafun li khalqihi (Allah memelihara terhadap makhluk-Nya), Ha : Ha dun likhalqihi (pemberi petunjuk kepada makhluk-Nya), Ya : Yadullah ‘ala khalqihi (kekuasan Allah diatas makhluk-Nya), ‘Ain : ‘Alimun bi amrihim (Allah mengetahui urusan mereka), Shad : Sha diqun bi wa’dihi (benar terhadap janji-janji-Nya).
Ham Min ‘Ain Sin Qaf. (surahal-syuara [42]:1)
Pujian Allah yang dipujikan terhadap diri-Nya sendiri. Pendapat lain. Al-Hau : hilmuhu (Maha Penyantun Allah). Mim : mulkuhu (kekuasaan-Nya). Al-‘Ain : ‘Ilmuhu (Ilmunya Allah). Sin : Sana uhu (Keutamaan-Nya). Qaf : Qudratuhu ‘ala Khalqihi (Kemaha kuasaan Allah terhadap makhluk-Nya).

2.22 Makna pada Fawatihus Suwari
1.      Pembukaan surah dengan lafal “pujian”
Ada empat belas surah yang dimulai dengan lafal yang mengandung “pujian” ke hadirat Allah

Lafal Tahmid (Alhamdulillah)

al-Fathihah [1]
Saba [34]
Al-An’am[6]
Fathir [35]
Al-Kahf [18]

Lafal Tasbih dalam bentuk mashdar, fi’il madhi, dan fi’il mudhari’

Al-Isra [17]
Al-Jumuah [62]
Al-Hadid [57]
Al-Taghabun [64]
Al-Hasyr [59]
Al-A’la [87]
Al-Shaff [61]

Lafal “Tabaraka”

Al-Furqon [25]
Al-Mulk [67]


2.      Pembukaan Surah dengan Lafal “seruan”
Ada sepuluh surah yang dimulai dengan lafal seruan :
·         Seruan “Ya ayyuhal-Muzzammil”yakni dalam surah Al-Muzzammil [73].
·         Seruan  “Ya ayyuhal-Muddatstsir” yakni dlam surah Al-Muddatstsir [74].
·         Tiga Surah dalam seruan “Ya ayyuhan-Nabiyyu”, yakni dalam surah al-Ahzab [33], Al-Tahrim [66], Al-Thariq [86]
·         Seruan “Ya ayyuhal-Ladzina Amanu” yakni dalam surah An-Nisa [4], Al-Hajj [22], Al-Maidah [5], Al-Hujurat [49], dan Al-Mumtahanaah [60].

3.      Pembukaan surah dengan “jumlah khabariyyah”(kalimat berita)
Ada dua puluh tiga surah yang dimulai dengan jumlah khabariyah (kalimat berita), yang diungkapkan dalam bentuk fi’il madhiy, fi’il mudhari’, atau dalam bentuk lainnya, seperti dalam surah :

Al-Anfal [8[
Al-Zumar [39]
Al-Haqqah [69
Al-Qadr [97]
Al-Tawbah [9]
Muhammad [47]
Al-ma’arij [70]
Al-Bayyinah [98]
Al-Nahl [16]
Al-Fath [48]
Nuh [71]
Al-Qari’ah [101]
Al-Anbiya [21]
Al-Qamar [54]
Al-Qiyamah [75]
Al-Takatsur [102]
Al-Mu’minun [23]
Ar-Rahman [55]
‘Abasa [80]
Al-Kawtsar [108]
Al-Nur [24]
Al-Mujadilah [75]
Al-Balad [90]


4.      Pembukaan surah dengan “huruf sumpah”
Ada lima belas surah yang dimulai dengan “sumpah-sumpah” (waw qasam) yaitu:
Al-Saffat [37]
:
Wash-Shaffati
Adz-Dzariyat [51]
:
Wadz-Dzariyati
Al-Thur [52]
:
Wath-Thuri
Al-Najm [53]
:
Wan-Najmi
Al-Mursalat [77]
:
Wal-Mursalat
Al-Nazi’at [79]
:
Wan-Nazi’ati
Al-Buruj [85]
:
Wa-Sama’i Dzatil-Buruj
Al-Thariq [86]
:
Wa-Sama’i Wath-Thariq
Al-Fajr [89]
:
Wal-Fajri
Al-Syams [91]
:
Wasy-Syamsi
Al-Layl [92]
:
Wal-Layli
Al-Dhuha [93]
:
Wadh-Dhuha
Al-Tin [95]
:
Wat-Tini
Al-‘Adiyat [100]
:
Wal-‘Adiyati
Al-Ashr [103]
:
Wal-‘Ashri

5.      Pembukaan surah dengan “huruf syarat”
Ada tujuh surah yang diawali oleh huruf syarat (idza), yakni dalam surah :Al-Waqiah [56], Al-Munafiqun [63], Al-Takwir [81], Al-Infithar [82], Al-Insyiqaq [84], Al-Zalzalah [99], Dan Al-Nashr [110]

6.      Pembukaan surah dengan kalimat perintah (amr).
Ada enam surah yang diawali oleh kalimat perintah (amr), yakni dalam surah Al-Jinn [72], Al-Kafirun [109], Al-Ikhlas [112], Al-Falaq [113], Dan An-Nas [114].

7.      Pembukaan surah dengan “kalimat pertanyaan”
Ada enam surah yang dimulai dengan kalimat pertanyaan, seperti yang terdapat dalam suratAl-Jatsiyah [4], Al-Naba [78], Al-Ghasiyah [88], Alam Nasrh (94], Al-Fil [105], Dan Al-Maun [107].

8.      Pembukaan surah dengan lafal “kutukan”
Ada tiga surah yang dimulai dengan lafal yang berarti “kutukan” seperti yang terdapat dalam surah Al-Muthaffifin [83], Al-Humazah [104], dan Al-Lahab [111]

9.      Pembukaan surah dengan kata “karena”
Hanya satu surah yang diawali oleh kata “ta’il” (oleh karena/dengan sebab), yakni dalam surah Al-Quraisy [106]

10.  Pembukaan surah dengan “huruf-huruf potong”
Ada dua puluh Sembilan surah yang dimulai oleh huruf-huruf potong, yakni:

Shad [38]
:
Shad
Al-‘Ankabut [29]
:
Alif Lam Mim
Qaf [50]
:
Qaf
Al-Rum [30]
:
Alif Lam Mim
Al-Qolam [68]
:
Nuun
Luqman [31]
:
Alif Lam Mim
Thaha [20]
:
Thaahaa
Al-Sajdah [32]
:
Alif Lam Mim
Al-Naml
:
Thaasiin
Yunus [10]
:
Alif Lam Raa
Yasin [36]
:
Yaasiin
Hud [11]
:
Alif Lam Raa
Al-Mu’min [40]
:
Haamiim
Yusuf [12]
:
Alif Lam Raa
Fushilat  [41]
:
Haamiim
Ibrahim [14]
:
Alif Lam Raa
Al-Syura [42]
:
Haamiim
Al-Hijr [15]
:
Alif Lam Raa
Al-Zukhruf [43]
:
Haamiim
Al-Syu’ara [42]
:
Tha Sin Mim
Al-Dukhan [44]
:
Haamiim
Al-Qashas [28]
:
Tha Sin Mim
Al-Jatsiyah [45]
:
Haamiim
Al-A’raf [7]
:
Alif Lam Mim Shad
Al-Ahqaf [46]
:
Haamiim
Al-Ra’d [13]
:
Alif Lam Mim Raa
Al-Baqoroh [2]
:
Alif Lam Mim
Maryam [19]
:
Kaaf Haa Yaa ‘Ain Shad
Ali ‘Imran[3]
:
Alif Lam Mim



Nama  anggota:
1.      Giwang gana.s                  2.  Ansori
2.23      Mengenal Rasm AlQur’an.

Rasm berasal dari kata rasama-yarsamu, berarti mengganbar atau melukis. yang di maksud dalam pembahasan ini adalah melukis kalimat yang merangkai huruf-huruf hija’iyyah. Dengan kata lain, Ilmu Rasm Al Quran adalah ilmu yang memepelajari tenteng penulisan mushaf yang khusus.
Proses penulisan Al Qur’an telah di mulai semenjak zaman Nabi. Kerinduan Nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hafalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Nabi sendiri mempunyai sektretaris pribadai yang khusus bertugas mencatat wahyu, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abban bin Sa’dan, Khalid, Sa’id, Khalid bin Walid, dan Mu’awiyyah bin Abi Sufyan. Penulisan Al Qur’an pada masa Nabi masih dilakukan secara sederhana, yaitu di atas lontaran kayu, pelepah korma, tulang, dan batu. Kegiatan tulis menulis Al Qur’an pada masa Nabi, di samping di lakukan parasekretaris Nabi, juga di lakukan para sahabat lainnya. Kegiatan itu didasarkan pada hadits Nabi yang telah di riwayatkan oleh imam muslim.
“janganlah kamu menulis sesuatu yang bersal dari, kecua;I Al Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain Al Qur’an hendaklah ia menghapusnya. Ceritakan saja apa yang diterima dariku, itu tidak mengapa. Siapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku, niscaya akan menduduki posisinya di neraka. (H.R. Muslim).
Uraian di atas memperlihatkan bahwa penulisan Al Qur’an pada masa Nabi tidak ditulis pada stu tempat, melainkan pada tempat yang terpisah-pisah. Hal ini bertolak dari dua alasan berikut ini:
1.    Proses penurunan Al Qur’an masih berlanjut sehingga ada kemungkinan yang turun belakangan ”menghapus” redaksi dan ketentuan hukum apa yang sudah turun terlebih dahulu.
2.    Penerbitan ayat-ayat dan surat-surat Al Qur’an tidak bertolak dari kronologi turunnya, tetapi bertolak dari keserasiaan antar satu ayat dengan ayat lainnya, atau antara ayat atau surat yang turun belakangan ditulis dahulu daripada ayat atau yang turun terlebih dahulu.
Pada zaman Nabi, Alqur’an masih di tulis dengan menggunakan Khat Arab dalam bentuk yang sangat sederhana, yaitu Khat Nibthi yang berasal dari bangsa Ambar. Bentuk tulisan ini sangat berbeda dengan khat arab sekarang. Satu kata ditulis dengan menggunakan huruf terpisah-pisah. Disamping itu, terdapat pula kata-kata Alqur’an yangberbeda antara tulisan dan pengucapannya, seperti kata dan pada perkembangan selanjutnya, setelah memisahkan diri dari pengaruh Khat Nibthi, Khat Arab tampil dalam dua bentuk:
1.      Khat al-jaf yang lebih di kenal dengan khat al-madani ( tulisan al madinah) dan banyak dipergunakan leh penduduk Madinah dikenal pula dengan khat yang memiliki sudut( dzi az- zawa).
2.      Khat al-ayin yang digunakan dalam persoalan-persoalan keseharian, dan di kenal dalam khat makki dan banyak digunakan penduduk Makkah.
Abd al-Aziz marzuq menegaskan bahwa pada zaman Nabi para sahabat lebih banyak menggunakan khat makkiketika menulis ayat Alqur’an karena lebih mudah ditulis, sedangkan surat-surat yang dikirim kepada para raja ditulis dengan menggunakan dua macam khat itu.

2.24   Rasmul Utsmani.
Rasmul qur’an merupakan salah satu bagian disiplin ilmu alqur’an yang mana di dalamnya mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an dikenal juga dengan nama Rasm Utsmani.
Tulisan al-Quran ‘Utsmani adalah tulisan yang dinisbatkan kepada sayyidina utsman ra. (Khalifah ke III). Istilah ini muncul setelah rampungnya penyalinan al-Quran yang dilakukan oleh team yang dibentuk oleh Ustman  pada tahun 25H. oleh para Ulama cara penulisan ini biasanya di istilahkan dengan “Rasmul ‘Utsmani’. Yang kemudian dinisbatkan kepada Amirul Mukminin Ustman ra.
Para Ulama berbeda pendapat tentang penulisan ini, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa tulisan tersebut bersifat taufiqi (ketetapan langsung dari Rasulullah), mereka berlandaskan riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah menerangkan kepada salah satu Kuttab (juru tulis wahyu) yaitu Mu’awiyah  tentang tatacara penulisan wahyu. diantara Ulama yang berpegang teguh pada pendapat ini adalah Ibnul al-Mubarak dalam kitabnya “al-Ibriz” yang menukil perkataan gurunya “ Abdul ‘Aziz al-Dibagh”, “bahwa tulisan yang terdapat pada Rasm ‘Utsmani semuanya memiliki rahasia-rahasia dan tidak ada satupun sahabat yang memiliki andil, seperti halnya diketahui bahwa al-Quran adalah mu’jizat begitupula tulisannya”. Namun disisi lain, ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa, Rasmul Ustmani bukanlah tauqifi, tapi hanyalah tatacara penulisan al-Quran saja.

Rasmul Al-Qur’an atau Rasm Utsmani atau Rasm Utsman adalah tata cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khalifah utsman bin Affan. Istilah rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Mus bin zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu. Para ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu :
1.      Al-Hadzf ( yaitu membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf ). contohnya menghilangkan huruf alif pada ya nida’. (يَََآَ يها النا س ).
2.      Al-Jiyaddah ( yaitu menambahakan huruf ), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai hukum jama’ (بنوا اسرا ئيل ) dan menambah alif setelah hamzah marsumah ( hamzah yang terletak di depan huruf wawu) ( تالله تفتؤا).
3.      Al-Hamzah, salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah berharakat sukun, ditulis dengan huruf yang berharakat seelumnya. contohnya, (ائذن ).
4.      Badal, ( penggantian ), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata. (الصلوة).
5.      Washal dan fashal, ( penyambungan dan pemisahan ), seperti pada kata kul yang di iringi dengan kata maa ditulis dengan di sambung. كلما ).
6.      kata yang di baca dua bunyi. Suatau kata yang di baca dua bunyi penulisannya di sesuaikan dengan salah satu bunyinya. Di dalam Mushaf utsmani penulisan kata semacam itu, ditulis dengan menghilangkan alif, contohnya, ,(ملك يوم الدين ).

Para ulama telah berbeda pendapat mengenai status rasmul Al-Qur’an ini. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasmul qur’an bersifat tauqifi.yang mana mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menginformasikan bahwa nabi pernah berpesan kepada mu’awiyah,salah seorang seketarisnya, “Ambillah tinta, tulislah huruf” dengan qalam (pena), rentangkan huruf “baa”, bedakan huruf “siin”, jangan merapatkan lubang huruf “miim”, tulis lafadz “Allah” yang baik, panjangkan lafadz “Ar-Rahman”, dan tulislah lafadz “Ar-Rahim” yang indah kemudian letakkan qalam-mu pada telinga kiri, ia akan selalu mengingat Engkau. Merekapun mengutip pernyataan Ibnu Mubarak :“Tidak seujung rambutpun dari huruf Qur’ani yang ditulis oleh seorang sahabat Nabi atau lainnya. Rasm Qur’ani adalah tauqif dari Nabi (yakni atas dasar petunjuk dan tuntunan langsung dari Rasulullah SAW). Beliaulah yang menyuruh mereka (para sahabat) menulis rasm qur’ani itu dalam bentuk yang kita kenal, termasuk tambahan huruf alif dan pengurangannya, untuk kepentingan rahasia yang tidak dapat dijangkau akal fikiran, yaitu rahasia yang dikhususkan Allah bagi kitab-kitab suci lainnya”.
Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa rasmul qur’an bukan tauqifi,tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan yang disetujui oleh ustman dan diterima umat,sehingga wajib diikuti dan di taati siapapun yang menulis alqur’an. Tidak yang boleh menyalahinnya, banyak ulama terkemuka yang menyatakan perlunya konsistensi menggunakan rasmul ustmani.
Dengan demikian, kewajiban mengikuti pola penulisan Al Qur’an versi Mushaf ‘Utsmani diperselisihkan para ulama. Ada yang mengatakan wajib, dengan alasan bahwa pola tersebut merupakan petunjuk Nabi (tauqifi). Pola itu harus dipertahankan walaupun beberapa di antaranya menyalahi kaidah penulisan yang telah dibakukan. Bahkan Imam Ahmad ibn Hanbal dan Imam Malik berpendapat haram hukumnya menulis Al Qur’an menyalahi rasm ‘Utsmani. Bagaimanpun, pola tersebut sudah merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama).
Ulama yang tidak mengakui rasm ‘Utsmani sebagai rasm tauqifi, berpendapat bahwa tidak ada masalah jika Al Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar (rasm imla’i). Soal pola penulisan diserahkan kepada pembaca. kalau pembaca lebih mudah denga rasm imlai’ ia dapat menulisnya dengan pola tersebut, karena pola penulisan hanya symbol pembacaan dan tidak mempengaruhi makna Al Qur’an.

2.25   Hubungan Rasmul Qur’an dengan Qiro’at.

Meskipun mushaf Utsmani tetap dianggap sebagai satu-satunya mushaf yang dijadikan pegangan bagi umat Islam diseluruh dunia dalam pembacaan Al-Qur’an, namun demikian masih terdapat juga perbedaan dalam pembacaan. Hal ini disebabkan penulisan Al-Qur’an itu sendiri pada waktu itu belum mengenal adanya tanda-tanda titik pada huruf-huruf yang hampir sama dan belum ada baris harakat.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ‘ustmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an.
Dengan demikian hubungan rasmul Qur’an dengan Qira’at sangat erat. Karena semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-Qur’an.Untuk mengatasi permasalahan tersebut Abu Aswad Ad-Duali berusaha menghilangkan kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh orang-orang Islam non Arab dalam membaca Al-Qur’an dengan memberikan tanda-tanda yang diperlukan untuk menolong mereka membaca ayat-ayat al-Qur’an dan memahami kandungan ayat-ayat al-Qur’an tersebut.

2.26   Hubungan Rasm dengan Al Qur’an
Cara penulisan Alqur’an (rasm Alqur’an) dapat mempengaruhi pemaham Alqur’an meskipun tidak selamanya demikian. Sebagai contoh, perbedaan rasm utsmani  dengan rasm qiro’at Alqur’an terkadang berpengaruh pula dalam memahami Alqur’an. Adanya perbedaan cara membaca suatu kata Alqur’an menyebabkan terjadinya perbedaan dalam cara penulisan contoh, berikut ini memperlihatkan pengaruh ini.
a.       Surat Al Baqarah ayat 222:
“Merek bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah “Haidh itu suatu kotoran” oleh sebab itu hendaklah kamu menjauh diri dari wanita di waktu haidh, dan janganlah kamu mendekayi mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukainya orang-orang yang mensucikan diri”(QS. Al-Baqarah: 222).
            Berkaitan dengan ayat diatas, diantara imam qiro’at tujuh, yaitu Abu Bakar Syu’bah, (Qiro’at Ashim riwayat Syu’bah), Hmzah dan Kisa’I membaca kata yath-hurna dengan member syiddah pada huruf tha dan ha, sehingga lafalnya menjadi yuththahhirrna. Berdasarkan perbedaan qiro’at ini, para ulama fiqih berbeda pendapat sesuai banyaknya perbedaan qiro’at. Ulama yang membaca yath-hurna berpendapat bahwa seorang suami yang tidak diperkenalkan berhubungan dengan istrinya yang lagi haidh, kecuali bila istrinya telah suci atau berhenti dari keluarnya darah haidh. sementaera yang membaca yuththahhirna menafsirkan bahwa seorang suami tidak boleh melakukan hubungan seksual dengan istrinya kecuali sitrinya bila sudah suci.
b.      Surat an-Nisaa ayat 43.
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau adatang adri tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik, sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.(QS. An-Nisaa: 43).
            Berkaitan dengan ayat ini, imam Hamzah dan al-Kisa’I membedakan huruf lam pada kata lamastum. Sementara imam lainnya memanjangkannya. Bertolak dari perbedaan ini, terdapat tiga versi pendapat ulama mengenai maksdud dari kata itu, yaitu bersetubuh, bersetuh, dan bersentuh sambil bersetubuh. Berdasarkan dengan qiro’at itu, ada ulama fiqh yang berpebdapat bahwa persentuhan laki-laki dan perempuan dapat membatalakn wudhu. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa persentuhan itu tidak membatalkan wudhu, kecuali kalau berhubungan badan.
c.       Surat al-Maidah ayat 6.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dengan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu kakimu sampai dengan kedua mata kakimu. (QS. Al-Maidah ayat:6).
            Berkaitan dengan ayat ini, Nafi’ Ibn Amr,Hafs, dan al-Kisa’I membacanya dengan arjulukum, sementara imam lainnya membacanya arjulakum. Mayoritas ulama lain yang berpegang pada bacaan arjulakum, berpendapat wjibnya membasuh kedua kaki dan tidak membedakan dari beberapa hadits. Ulama-ulama syi’ah imamiyyah berpegang pada bacaan arjulakum sehingga mereka mewajibkan menyau kedua kaki dalam wudhu. Pendapat ini di riwayatkan juga dari Ibn Abbas dan Anas bin Malik.

Nama anggota :
1     Aldi ardiansyah
2.      Tiya ayu ruslana

2.26     MAKKI WAL MADANI
Ilmu makki wal madani  adalah ilmu yang membahas tentang surat-surat dan ayat-ayat yang man di turunkan di mekkah dan yang mana di turunkan di madinah. Oleh karena itu para ulama menetapkan bahwa masa turunya ayat/ surat adalah merupakan dasar penentuan makkiyah atau madaniyahnya.

Cara mengetahui surat makkiyah dan madaniyah
Sesuai dengan qiyasi (pedoman yang bersifat analogis) yang telah di tetapkan , maka ciri-ciri khas surat makkiyah ada 2 macam, yaitu :
Yang bersifat qat’i dan bersifat aghlabi.
Ciri-ciri khas yang bersifat qath’i dari surat makkiyah adalah :
1.      Setiap surat yang mengandung ayat sajdah
2.      Setiap surat yang didalamnya terdapat lafadh kalla
3.      Setiap surat yang terdapat kisah-kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, kecuali surat Al-Baqarah
4.      Setiap surat yang terdapat kisah nabi Adam dan umat-umat terdahulu, kecuali Surat Al-Baqarah.
5.      Setiap surat yang dimulai dengan huruf tahajji (huruf abjad),Kecuali surat Al-Baqarah dan Al- imron

Adapun yang bersifat khas yang bersifat aghlabi dari rurat makkiyah adalah :
1.      Ayat-ayat dan surat-suratnya pendek-pendek, nada dan perkataanya keras dan agak bersahajak.
2.      Mengandung seruan untuk beriman kepada Allah SWTdan hari akhir serta menggambarkan syurga dan neraka
3.      Banyak terdapat lafadh qasam(sumpah)

Sedangkan ciri-ciri khas dan surat-surat madaniyah yang bersifat qat’i adalah sebagai berikut :
1.      Setiap surat yang mengandung izin berjihad, atau ada penerangan tentang jihad dan penjelasan tentang hukum-hukumnya.
2.      Setiap surat yang menjelaskan secara terperinci tentang hukum pidana, fara’idh, hak-hak perdata,peraturan-peraturan yang berhubungan dengan bidang keperdataan, kemasyarakatan dan kenegaraan.
3.      Setiap surat yang mendebat kepercayaan ahli kitab, dan mengajak mereka tidak berlebih-lebihan dalam beragama.
4.      Suratnya panjang-panjang, dan sebagian ayat-ayatnya pun panjang-panjang serta jelas dalam menerangkan hukum dengan mempergunakan  uslub yang terang.
5.      Menjelaskan secara terperinci bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukkan hakikkat keagamaan.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat di simpulkan bahwa Ulumul qur’an adalah suatu materi yang mempelajari semua pembahasan atau intisari dari kitab suci AL Quran seperti : asbabun nuzul , fawatirhus swari dan AL makiyy dan Madaniyy . Pelajaran ini juga sangat bermanfaat untuk kalangan dewasa untuk mengetahui pembahasan tentang AL Qur’an dan menjadi bahan pokok pengajaran .






Tidak ada komentar:

Posting Komentar