Makalah
Masuk dan berkembangnya islam di
Banten
Diajukan
Untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah “Sejarah Dakwah Dan Budaya
Banten”
Disusun
oleh :
Guntur Kurniawan
NIM : 123300301
FAKULTAS
USHULUDIN DAKWAH DAN ADAB
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
“SULTAN
MAULANA HASANUDDIN BANTEN”
2014
M/1435 H
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para kerabat dan pengikut-pengikutnya.
Kami
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, sehingga dengan lapang dada, penulis menerima kritikan dan saran
dari para pembaca demi perbaikan dan kemaslahatan makalah ini.
Harapan
penulis semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan semoga Allah SWT
memberikan kemudahan untuk meningkat kemampuan dalam membuat rencana
pembelajaran dan dalam profesionalisme kerja para mahasiswa Amin..
Serang,
2 mei 2014
Penyusun
PENDAHULUAN
dalam perubahan-perubahan itu termasuk pada lingkungan alam di sekitarnya
yang merupakan hukum yang telah di tetapkan oleh sang khalik untuk manusia ciptaan-nya. Sejarah adalah gambaran masa lalu
tentang manusia sebagai makhluk social, yang disusun secara ilmiah,
teratur(sistematik), dan di usahakan untuk selengkap mungkin, meliputi urutan
fakta dalam ruang dan waktu, berserta penafasiran (interpretasi) dan penjelas
(eksplanasi),berdasarkan sumber-sumber sejarah yang sudah di seleksi dan
teruji. Dengan
menggunakan metode-metode baku dalam penulisan sejarah, diharapkan produk yang
di hasilkan merupakan penulisan tentang sejarah yang benar telah terjadi.
Segala hal yang berkaitan kuat atau pun hanya berhubungan-berhubungan kepada
bukti-bukti sejarah itu dapat terdiridari berbagai ragam, mulai dari segala
jenis dokumen, arsip, peta kuno, silsilah, prasasti, pada berbagai
media(termasuk nisan), peralatan, pemukiman kuno, sisah-sisah
peralatan/perbentengan, sisa bangunan, teknologi, dan sebagainya.
Para sejarah juga di minta perhatianya terhadap sumber, seperti
berita perjalanan Maulana Hasanuddin, yang dididik oleh ayahnya Syarif
hidayatullah,dan ibunya, untuk meneruskan keinginan ayahnya yakni menyebarkan
ajaran agama islam keseleluruh tempat,dari catatan harian, hikayat, dan
sebagainya ini, penulis, karena sekalipun sebagian dari sumber itu mengalami
reduksi maupun imbuhan,secara keseluruhan mengandung fakta sejarah tentang
sesuatu peristiwa, gejala, atau sesuatu hal, hanya perlu di ingat, bahwa
transpormasi data dan kebutuhanya di pengaruhi oleh perjalanan waktu, perubahan
persepsi serta proses pewarisan data tersebut.
A.
Keadaan banten pra islam
Berdasarkan data arkeologis, masa awal masyarakat
Banten dipengaruhi oleh beberapa kerajaan yang membawa keyakinan Hindu-Budha,
seperti Tarumanagara, Sriwijaya dan Kerajaan Sunda. Sebelum Islam berkembang di
Banten, masyarakat Banten masih hidup dalam tata cara kehidupan tradisi
prasejarah dan dalam abad-abad permulaan masehi ketika agama Hindu berkembang di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peninggalan purbakala dalam bentuk
prasasti arca-arca yang bersifat Hiduistik dan bangunan keagamaan lainnya.
Sumber naskah kuno dari masa pra Islam menyebutkan tentang kehidupan masyarakat
yang menganut Hindu.
Selain itu di Banten terdapat sisa-sisa kebudayaan
megalitik tua (4500 SM hingga awal masehi) seperti menhir di lereng gunung
Karang di Padeglang, dolmen dan patung-patung simbolis dari desa Sanghiang
Dengdek di Menes, kubur tempayan di Anyer, kapak batu di Cigeulis, batu
bergores di Ciderasi desa Palanyar Cimanuk, dan lain sebagainya.
(Sukendar;1976:1-6) Penggunaan alat-alat kebutuhan yang dibuat dari perunggu
yang terkenal dengan kebudayaan Dong Son (500-300 SM) juga mempengaruhi
penduduk Banten. Hal ini terlihat dengan ditemukannya kapak corong terbuat dari
perunggu di daerah Pamarayan, Kopo Pandeglang, Cikupa, Cipari dan Babakan
Tanggerang.
B. Tokoh pendiri islam di banten
Tokoh
utama para pendiri agama Islam di Banten, antara lain adalah:
1.
Fatahillah (mangkat pada tahun 1570)
2.
Hasanuddin Sultan Banten I (1552 - 1570)
3. Pangeran Yusuf Sultan Banten II (1570 -1580)
4. Maulan Muhammad Sultan Banten III (1580 – 1596)
C. Proses penyebaran islam di banten
Pada
awalnya Kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian dari
Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana
Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus
penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam
bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan
Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun
1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan
dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih
merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.
Penyebaran
Islam di Banten dilakukan oleh Syarif Hidayatullah , pada tahun 1525 M dan 1526
M. Seperti di dalam naskah Purwaka Tjaruban Nagari disebutkan bahwa Syarif
Hidayatullah setelah belajar di Pasai mendarat di Banten untuk meneruskan
penyebaran agama Islam yang sebelumnya telah dilakukan oleh Sunan Ampel. Pada
tahun 1475 M, beliau menikah dengan adik bupati Banten yang bernama Nhay
Kawunganten, dua tahun kemudian lahirlah anak perempuan pertama yang diberinama
Ratu Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula pangeran Hasanuddin.
(Atja;1972:26)
Setelah
Pangeran Hasanuddin menginjak dewasa, syarif Hidayatullah pergi ke Cirebon
mengemban tugas sebagai Tumenggung di sana. Adapun tugasnya dalam penyebaran
Islam di Banten diserahkan kepada Pangeran Hasanuddin, di dalam usaha
penyebaran agama Islam Ini Pangeran Hasanuddin berkeliling dari daerah ke
daerah seperti dari G. Pulosari, G. Karang bahkan sampai ke Pulau Panaitan di
Ujung Kulon. (Djajadiningrat;1983:34) Sehingga berangsur-angsur penduduk Banten
Utara memeluk agama Islam. (Roesjan;1954:10)
Dalam
Babad Banten menceritakan bagaimana Maulana Hasanuddin, melakukan penyebaran
agama Islam secara intensif kepada penguasa Banten Girang beserta penduduknya.
Beberapa cerita mistis juga mengiringi proses islamisasi di Banten, termasuk
ketika pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah kepada penduduk
pedalaman Sunda, yang ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran.
Selain
mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga
melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia
berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah
melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu(Minangkabau, Kerajaan
Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Islam
menjadi pilar pendirian Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk memiliki
silsilah sampai kepada Nabi Muhammad, dan menempatkan para ulama memiliki
pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakatnya, seiring itu tarekat maupun
tasawuf juga berkembang di Banten. Sementara budaya masyarakat menyerap Islam
sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Beberapa tradisi yang ada dipengaruhi
oleh perkembangan Islam di masyarakat, seperti terlihat pada kesenian bela diri
Debus.
Karena
semakin besar dan maju daerah Banten, maka pada tahun 1552 M, Kadipaten Banten
dirubah menjadi negara bagian Demak dengan Pangeran Hasanuddin sebagai
Sultannya. Atas petunjuk dari Syarif Hidayatullah pusat pemerintahan Banten
dipindahkan dari Banten Girang ke dekat pelabuhan di Banten Lor yang terletak
dipesisir utara yang sekarang menjadi Keraton Surosowan.
(Djajadiningrat;1983:144) Pada tahun 1568 M, saat itu Kesultanan Demak runtuh
dan digantikan oleh Panjang, Barulah Sultan Hasanuddin memproklamirkan Banten
sebagai negara merdeka, lepas dari pengaruh Demak atau pun Panjang
(Hamka;1976:181)
Disamping
itu Banten juga menjadi pusat penyebaran agama Islam, banyak orang-orang dari
luar daerah yang sengaja datang untuk belajar, sehingga tumbuhlah beberapa
perguruan Islam di Banten seperti yang ada di Kasunyatan. Ditempat ini berdiri
masjid Kasunyatan yang umurnya lebih tua dari masjid Agung Banten.
(Ismail;1983:35) Disinilah tempat tinggal dan mengajarnya Kiayi Dukuh yang
bergelar Pangeran Kasunyatan guru dari Pangeran Yusuf.
(Djajadiningrat;1983:163)
Seiring
dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang
sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi
kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta
pada tahun 1570 melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan
menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana
Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha
Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia
meninggal dalam penaklukkan tersebut.
Pada
masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau
Jawa yang mengambil gelar "Sultan" pada tahun 1638 dengan nama Arab
Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah mulai
secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada
waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James
I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles I.
Setelah
Banten muncul sebagai kerajaan yang mandiri, penguasanya menggunakan gelar
Sultan, sementara dalam lingkaran istana terdapat gelar Pangeran Ratu,Pangeran
Adipati, Pangeran Gusti, dan Pangeran Anom yang disandang oleh para pewaris.
Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan gelarMangkubumi, Kadi, Patih
serta Syahbandar yang memiliki peran dalam administrasi pemerintahan. Sementara
pada masyarakat Banten terdapat kelompokbangsawan yang digelari dengan tubagus
(Ratu Bagus), ratu atau sayyid, dan golongan khusus lainya yang mendapat
kedudukan istimewa adalah terdiri atas kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara.
Pusat
pemerintahan Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten dan Ci
Karangantu. Di kawasan tersebut dahulunya juga didirikan pasar, alun-alun
danIstana Surosowan yang dikelilingi oleh tembok beserta parit, sementara
disebelah utara dari istana dibangun Masjid Agung Banten dengan menara
berbentukmercusuar yang kemungkinan dahulunya juga berfungsi sebagai menara
pengawas untuk melihat kedatangan kapal di Banten.
Berdasarkan
Sejarah Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara Masjid Agung Banten
dan Ci Banten, dan dikenal dengan nama Kapalembangan. Sementara pada kawasan
alun-alun terdapat paseban yang digunakan oleh Sultan Banten sebagai tempat
untuk menyampaikan maklumat kepada rakyatnya. Secara keseluruhan rancangan kota
Banten berbentuk segi empat yang dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau
representasi yang dikenal dengan namamandala. Selain itu pada kawasan kota
terdapat beberapa kampung yang mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan
(Persia) dan Kampung Pecinan.
Kesultanan
Banten telah menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singah ke Banten,
pemungutan cukai ini dilakukan oleh Syahbandar yang berada di kawasan yang
dinamakan Pabean. Salah seorang syahbandar yang terkenal pada masa Sultan Ageng
bernama Syahbandar Kaytsu.
D. Puncak kejayaan kesultanan banten
Kesultanan
Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam menopang
perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan
penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten
berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu.
Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan
multi-etnis. Dibantu orang Inggris,Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang
dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.
Masa
Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan
Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas
contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan
Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada
lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan
menaklukkannya tahun1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari
tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas
kapal-kapal dagang menuju Banten.
E. Hilangnya Kekuasaan Kesultanan Banten Akibat Perang
Saudara dan Pengaruh VOC
Sekitar
tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan
kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji.
Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang
memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat
dielakkan. Sementara dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu
Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja
Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan
persenjataan. Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan
pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682
kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama
putranya yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah
selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap
kemudian ditahan di Batavia.
Sementara
VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng yang masih
berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC
mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan Balinya,
bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel
menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683
mereka berhasil menawan Syekh Yusuf. Sementara setelah terdesak akhirnya
Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati disuruh
oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, dan dalam perjalanan
membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang
dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka,
puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, dan
berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan
Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di Batavia.
Bantuan
dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi
kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada
VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint
Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu
kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat
VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu
berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti
kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah
meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di
Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat
persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl
Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar
tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan
gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga
dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang
saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan
masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak
ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten.
Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul
Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang
dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta
bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752
Banten telah menjadi vassal dari VOC.
Pada
tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810,
memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari
serangan Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu
kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang
direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels,
sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan
penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan
(Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul
Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqinkemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia.
Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa
wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.
Kesultanan
Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun
itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa
turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan
pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar